Liputan6.com, Jakarta -
Pemerintah secara resmi telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan
Kelapa Sawit. Badan ini akan mengumpulkan dan penyalurkan dana yang
ditarik dari para pelaku usaha atau eksportir dalam program Pengembangan
Kelapa Sawit atau crude palm oil (CPO) supporting fund (CSF).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, tarif pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya yang diusulkan oleh Menteri Perindustrian berkisar antara US$ 10 per ton hingga US$ 50 per ton.
"Program ini sudah lama direncanakan, beberapa tahun lalu dan waktu Undang-Undang Perkebunan lahir, ditetapkan perlunya pengumpulan dana mendukung industri perkebunan," ujarnya di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Dia menjelaskan, beberapa tujuan pemerintah dari adanya pungutan ini. Pertama untuk pengembangan kebun kelapa sawit secara berkelanjutan. Kedua, untuk mendorong minyak bakar nabati yaitu mandatori biodiesel 15 persen (B-15) yang menjadi program pemerintah.
"Kalau dari kelapa sawit, biodiesel ini bisa diproduksi di dalam negeri, maka akan bisa gantikan bahan bakar fosil," lanjutnya.
Ketiga, dana pengutan ini akan menjadi insentif bagi peremajaan kebun rakyat. Hal ini dianggap penting karena kebun kelapa sawit milik rakyat ini sudah dalam kondisi kritis.
"Tingkat produktifitasnya kini lebih rendah dari kebun milik perusahaan besar. Kebun rakyat sudah saatnya di-replanting tapi rakyat tidak punya dana sedangkan itu tidak bisa dibantu oleh perbankan. Dengan dana ini akan bisa dibantu," kata dia.
Keempat, dana ini juga akan digunakan untuk mendorong promosi produk kelapa sawit dan turunannya. Karena seperti diketahui, produk CPO asal Indonesia belakangan tengah mendapatkan kampanye hitam dari Eropa.
"Juga untuk dorong promosi kelapa sawit. Karena selama ini ada kampanye hitam, ini kami educated," ungkapnya.
Pemerintah juga akan melakukan harmonisasi antara pungutan ini dengan Bea Keluar. Hal tersebut untuk memperkuat instrumen fiskal guna mendorong pencapaian program hilirisasi industri sawit.
"Penyesuaiannya akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Proses pemungutan dana dan tarif baru mulai berlaku per 1 Juli 2015," tandasnya. (Dny/Gdn)
sumber :http://bisnis.liputan6.com
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, tarif pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya yang diusulkan oleh Menteri Perindustrian berkisar antara US$ 10 per ton hingga US$ 50 per ton.
"Program ini sudah lama direncanakan, beberapa tahun lalu dan waktu Undang-Undang Perkebunan lahir, ditetapkan perlunya pengumpulan dana mendukung industri perkebunan," ujarnya di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Dia menjelaskan, beberapa tujuan pemerintah dari adanya pungutan ini. Pertama untuk pengembangan kebun kelapa sawit secara berkelanjutan. Kedua, untuk mendorong minyak bakar nabati yaitu mandatori biodiesel 15 persen (B-15) yang menjadi program pemerintah.
"Kalau dari kelapa sawit, biodiesel ini bisa diproduksi di dalam negeri, maka akan bisa gantikan bahan bakar fosil," lanjutnya.
Ketiga, dana pengutan ini akan menjadi insentif bagi peremajaan kebun rakyat. Hal ini dianggap penting karena kebun kelapa sawit milik rakyat ini sudah dalam kondisi kritis.
"Tingkat produktifitasnya kini lebih rendah dari kebun milik perusahaan besar. Kebun rakyat sudah saatnya di-replanting tapi rakyat tidak punya dana sedangkan itu tidak bisa dibantu oleh perbankan. Dengan dana ini akan bisa dibantu," kata dia.
Keempat, dana ini juga akan digunakan untuk mendorong promosi produk kelapa sawit dan turunannya. Karena seperti diketahui, produk CPO asal Indonesia belakangan tengah mendapatkan kampanye hitam dari Eropa.
"Juga untuk dorong promosi kelapa sawit. Karena selama ini ada kampanye hitam, ini kami educated," ungkapnya.
Pemerintah juga akan melakukan harmonisasi antara pungutan ini dengan Bea Keluar. Hal tersebut untuk memperkuat instrumen fiskal guna mendorong pencapaian program hilirisasi industri sawit.
"Penyesuaiannya akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Proses pemungutan dana dan tarif baru mulai berlaku per 1 Juli 2015," tandasnya. (Dny/Gdn)
sumber :http://bisnis.liputan6.com